Masjid di Pondok Pesantren
bernama Salafiyah Bihaaru Bahri 'Asali Fadlaailir Rahmah, di Turen, Kabupaten
Malang.
Berada di
Jalan KH. Wachid Hasyim gang Anggur No. 17 RT 27 RW 06 Sananrejo, Turen,
Kabupaten Malang
itu bukanlah taman rekreasi, melainkan sebuah masjid yang super megah.
Masjid ini sangat super megah. Sehingga disamping sebagai tempat ibadah
juga sebagai tujuan wisata religi. Pengunjung tidak pernah sepi, apalagi pada
musim liburan. Jumlah
pengunjung pun selalu banyak.
Rata-rata para pengunjung yang datang ke sana ingin menikmati kemegahan
arsitektur masjid tersebut.
Tampak kemolekan menara
tinggi menjulang di tengah-tengah area permukiman. Perpaduan ornamen khas
Turki, India, Russia, hingga Mesir saling berpadu satu menjadi satu bangunan
yang elok. Begitu eksotis yang seakan memiliki unsur magis bagi para pengunjung
untuk terus datang. Itulah tempat bernama Masjid Tiban Malang yang konon
dibangun hanya dalam waktu satu malam.
Masjid Tiban sebenarnya
merupakan sebuah pondok pesantren yang bernama Salafiyah Bihaaru Bahri 'Asali
Fadlaailir Rahmah yang berlokasi di Jl. KH. Wachid Hasyim Gg. Anggur No. 17 RT.
27 RW. 06 Sananrejo, Turen, Kabupaten Malang. Nama masjid 'tiban' disandangnya
lantaran bangunan tersebut dianggap muncul atau jatuh secara tiba-tiba dan
dipercaya oleh masyarakat dibangun oleh ‘jin’.
Namun, sebenarnya bangunan
tersebut bukanlah bangunan yang didirikan dalam waktu yang cepat, melainkan melalui
proses panjang. Sebab, bangunan 10 lantai tersebut nyatanya dibangun sejak
tahun 1978 silam.
- Th 1963 : Romo KH Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat ‘Alam.
- Th 1978 : Mulai dibangun, rintisan awal sangat sederhana sekali . Dengan material tutup terbuat dari gedek, atap dari daduk dan tiang bambu.
- Th 1988–1992 : Pondok Pesantren resmi berdiri, dengan bangunan masih semi permanen.
- Th 1998 : Mulai dibangun bangunan permanen. Sampai sekarang pun masih terus ada pembangunan. Kata salah seorang tukang bangunan yang sedang bekerja saat itu, Beliau tidak pernah berhenti nukang ditempat tersebut.
Itu artinya bangunan masjid ini dibangun oleh manusia yakni pendiri pondok,
yang dikenal dengan panggilan Romo Kyai Ahmad. Masjid dan Pondok yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah
tersebut bukanlah dirancang oleh seorang arsitek.
Gaya
arsitek dalam satu bangunan itu begitu banyak. Mulai ukuran ruangan, sudut
ruangan, hingga lorong-lorong bangunan terkesan beragam dan tidak beraturan
seperti bangunan pada umumnya. Namun, nyatanya semuanya masih terlihat rapi dan
menawan.
Pembangunan Masjid dan Pondok tersebut memegang prinsip diantaranya :
- Dasar Pembangunan : Dibangun berdasarkan fungsi rohani.
- Prinsip Pembangunan : Cepat, tepat, hemat kuat dan indah.
- Prinsip Pendanaan : Tidak minta-minta, tidak tama' atau mengharapkan dan tidak hutang.
Menurut informasi salah seorang santri, bangunan ini berdasarkan istikhoroh, jadi
istikhoroh ini merupakan olah rasa dalam hati yang berdasarkan pada Alquran dan
Al-Sunnah.
Menurutnya istikhoroh ini
tidak selalu melalui salat istikhiroh pada umumnya, namun berupa perenungan,
berkonsentrasi yang bertujuan untuk menemukan jawaban yang terbaik.
"Jadi mulai ukuran
ruangan, ornamen, dan warna itu semuanya berdasarkan petunjuk. Jadi sebenarnya
tidak tahu bangunan ini bentuknya nanti jadi seperti apa. Karena petunjuknya
ini hanya dibangun angkar di sini, membangun ini di sini. Mungkin nanti warna
menyamakan dengan bangunan sebelahnya.
Romo Kyai Ahmad meninggal
dunia pada tahun 2010, pembangunan Masjid Tiban lantas dilanjutkan berdasarkan
petunjuk melalui istikhoroh istri dari Kyai Ahmad, yakni Nyai Hj. Luluk Rifqah
binti H. Romli.
Fasilitas Super Lengkap,
Jadi Tujuan Wisata Religi
Info tentang masjid yang
dibangun dalam waktu satu malam itupun begitu cepat menyebar ke seantero
negeri. Pengunjung ponpes inipun berjumlah ribuan setiap harinya, di mana
tempat tersebut seakan sudah menjadi tempat wisata religi yang sangat
direkomendasikan jika anda pergi ke Malang. Namun, sebenarnya pihak ponpes
tersebut mengaku bahwa tempat tersebut bukanlah tempat wisata.
Meski masjid ini tidak
dipromosikan sebagai tempat wisata, namun tempat ini bisa jadi cocok untuk jadi
kawasan wisata yang menarik dan tanpa dipungut tiket masuk (alias gratis). Tapi
peraturannya sebelum masuk keliling, pengunjung harus isi buku tamu dibagian
depan, sebagai simbol kulonuwun atau permisi bertamu. Begitupun juga pulangnya
harus pamitan juga.
Fasilitas
yang ditawarkan juga sangat lengkap. Mulai lahan parkir yang luas, toilet yang
begitu banyak, kantin, hingga pusat perbelanjaan atau oleh-oleh yang terletak
di dalam bangunan maupun di sekitar bangunan Masjid Tiban ini.
Pengunjung bisa keliling-keliling sampai lantai paling atas. Disamping itu,
jika pengunjung lelah, pihak pengelola menyediakan kantin untuk sementara mengganjal
perut yang lapar. Dan juga bisa membeli oleh-oleh baik itu makanan ringan atau
suvenir.
Adapun rincian dari
masing-msing lantai adalah lantai 1 yang merupakan tempat istirahat dan mushola;
lantai 2 berisi loket, ruang istirahat, ruang makan, dan dapur; lantai 3 berisi
musala, akuarium, dan kebun binatang mini; lantai 4 merupakan lantai untuk
keluarga pengasuh pondok; lantai 5 terdapat mushola; lantai 6 merupakan
ruangan istirahat untuk santri; lantai 7 dan 8 berisi toko dan kios-kios milik
pondok yang dikelola oleh para santri; lantai 9 merupakan bangunan yang
didesain sebagai lereng gunung; sedang lantai 10 adalah gua dan juga puncak
gunung.
sumber :
https://kumparan.com/tugumalang/megahnya-masjid-tiban-di-malang-yang-dibangun-tanpa-arahan-arsitek-1rFw4xNKi9j